Dibalik Magnetut Sungai Kampar

id dibalik magnetut, sungai kampar

Dibalik Magnetut Sungai Kampar

(ANTARARIAU News) - Sungai Kampar yang berhulu di Bukit Barisan sekitar Provinsi Sumatra Barat dan bermuara di pesisir timur Pulau Sumatera, Provinsi Riau dikenal sebagai salah satu sungai terpanjang di Sumatra.

Sungai yang dominan berada di provinsi kaya minyak ini memiliki bentangan cukup luas dengan dua jalur berbeda, yakni Sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri.

Kedua cabang sungai ini memiliki titik pertemuan di kawasan yang berada di Kabupaten Pelalawan hingga menyatu dan menjadi bentangan yang lebih besar.

Pertemuan antara dua cabang ini yang kemudian di kenal dengan sebutan Sungai Kampar, bermuara di Selat Malaka dengan panjang yang diperkirakan mencapai lebih dari 450 kilometer.

Sungai Kampar, juga menyimpan keindahan alam yang membuat mata setiap orang kian takjub. Salah satunya yakni Air Terjun Alahan.

Objek wisata satu ini merupakan panorama keindahan alam yang menggambarkan keadaan Sungai Kampar yang mempunyai banyak jeram hingga membentuk seperti air terjun yang sangat indah untuk dinikmati dan menarik untuk diarungi dengan menggunakan perahu khusus.

Keindahan alam Sungai Kampar satu ini terbukti juga telah menjadi salah satu obyek wisata andalan. Keindahan serta kesegaran udaranya, terutama di pagi hari juga terbukti telah mampu banyak mengundang wisatawan lokal maupun asing.

Lokasi objek wisata Air Terjun Alahan terletak persis di hulu Sungai Kampar, melintas di sekitar daratan Kecamatan XIII Koto Kampar.

Ombak Bono

Selain Air Terjun Alahan, Sungai Kampar juga menyimpan keindahan alam yang terbukti banyak digandrungi oleh para turis mancanegara.

Seperti gelombang pasang dengan ketinggian yang mencapai lebih lima meter atau yang dikenal sebagai Ombak Bono oleh warga tempatan. Bono sendiri adalah bahasa warga di Kabupaten Pelalawan yang berarti benar.

Fenomena alam yang biasa terjadi karena disebabkan pertemuan arus pasang air laut dengan arus sungai dari hulu menuju hilir ini juga sempat didokumentasikan oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang diyakini memiliki potensi wisata internasional.

Bagi dunia peselancar maupun wisatawan asing, Ombak Bono Sungai Kampar adalah sebuah penemuan yang mengagumkan bahkan para selencar dunia mengungkapkan luar biasa untuk "Bono Kampar".

Seperti diungkapkan salah satu peselancar asing Chris Mauro dalam tulisannya yang dimuat pada GrindTV.com.

"A dreamlike wave found in an Indonesian river is stunning surf world," ungkapnya dalam portal tersebut yang artinya "sebuah gelombang impian yang ditemukan di salah satu sungai di Indonesia memukau dunia selancar".

Sekilas tentang Ombak Bono. Dahulu, menurut penelusuran dan pengakuan banyak warga tempatan, Ombak Bono Sungai Kampar sempat menjadi sosok fenomenal yang menyeramkan bagi warga.

Namun kondisi itu kian berubah seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi yang kian "tajam". Ombak Bono kini justru menjadi wisata andalan bagi kebanyakan masyarakat Provinsi Riau bahkan turis mancanegara.

Tragedi

Namun dibalik keindahan dan keberagaman "magnetut" Sungai Kampar, terselip sejumlah rangkaian tragedi memilukan.

Salah satunya banjir bandang atau Air Bah (sebutan masyarakat tempatan) yang sebelumnya sempat menerjang delapan desa yang berada di Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, akhir November 2011 lalu.

Akibat banjir yang disebabkan meluapnya Sungai Sebayang yang merupakan anak Sungai Kampar itu, belasan rumah hanyut tersapu, bahkan menyebabkan dua orang warga meninggal dunia "tersapu" derasnya arus.

Tidak itu saja, bencana ini juga sempat melumpuhkan aktivitas perekonomian warga hingga menyebabkan kerugian yang mencapai miliaran rupiah.

Hasil penelusuran dan keterangan sejumlah warga pemuka masyarakat di daerah korban banjir menyebutkan, bencana dahsyat itu sebelumnya juga sempat terjadi di tahun 1978 dan 2007.

Tidak jauh berbeda, ribuan rumah yang berada di lintasan anak Sungai Kampar itu sempat terendam banjir dengan ketinggian air yang berfariasi. Puluhan diantaranya hanyut di "telan" derasnya arus.

Untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk, pakar dan pengamat sosial serta lingkungan dari Universitas Riau, Hamdi Hamid menyarankan pemerintah untuk menyediakan tempat tinggal atau lahan guna merelokasi warga dari sejumlah kawasan rawan bencana Sungai Kampar.

Menurutnya, hal itu sangatlah penting mengingat tingginya potensi bencana (terutama banjir) dan mengakibatkan korban manusia dan harta benda.

Relokasi korban bencana, khususnya bencana banjir di Kampar Kiri Hulu, menurutnya, sudah saatnya dilakukan pemerintah, mengingat musim penghujan yang sejauh ini masih terus tercurah di sebagian besar wilayah Riau.

"Jangan biarkan mereka masih menempati rumah-rumah yang berada di wilayah rawan, karena banjir bisa datang kapan saja. Yang dikuatirkan, kalau banjir datang secara tiba-tiba pada malam atau subuh, saat warga tertidur pulas," ujarnya menunjuk kasus Kampar.

Kondisi demikian, lanjutnya, tentu sangat berbahaya, karena warga di wilayah rawan tidak sadar kalau rumahnya yang dikelilingi arus besar bisa hanyut tersambar Air Bah.

"Kondisi ini sebaiknya disadari lebih dini, melalui penyuluhan secara baik, sebelum korban banjir bertambah di kemudian hari," kata Hamdi.

Tercemar

Selain masalah banjir, tragedi lainnya untuk Sungai Kampar yakni pencemaran. Indikasi ini sebelumnya juga sempat disuarakan oleh puluhan mahasiswa mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Peduli Sungai Kampar yang berunjukrasa di halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau.

Para aktivis ini menuntut pemulihan Sungai Kampar yang menurut mereka semakin tercemar akibat berbagai tindak eksploitasi tak terkendali.

Koordinator Umum Aliansi Mahasiswa Peduli Sungai Kampar (Ampar), Rico Febputra, mengatakan, perlu tindakan segera menyelamatkan lingkungan sungai terpanjang kedua di Sumatra ini dari tindak eksploitasi ilegal.

Ampar menilai, penggerusan berbagai material dari Sungai Kampar, baik oleh perorangan maupun perusahaan di Kabupaten Kampar dan Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), sudah memasuki level di luar batas toleransi, apalagi sebagian besar pengelolanya tanpa izin jelas (liar).

"Akibat eksploitasi yang 'kabablasan' itu, semakin sering terjadi bencana banjir serta rusaknya berbagai habitat di sekitar aliran Sungai Kampar," tandasnya.

Tetapi anehnya, demikian Rico, sejauh ini belum ada upaya hukum menindak para penambang pasir maupun usaha tambang lainnya yang merusak kawasan sungai tersebut.

Akibatnya, ujar dia, makin banyak penambang pasir secara liar yang terus menggerus sungai hanya untuk memburu keuntungan materi, tanpa memikirkan dampak lingkungannya, seperti banjir serta bencana lainnya.

Kondisi itu, lanjutnya, sungguh membuat hati masyarakat kian miris dan bahkan tragis bagi warga yang sering terkena musibah bencana macam-macam.

"Ketika sebuah ekosistem kehidupan yang lahir dan tumbuh dari air kini harus menghadapi sebuah malapetaka eksploitasi sungai yang kebablasan, dampaknya tentu sangat mengkhawatirkan bagi kelangsungan hidup mahluk apa pun di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) tersebut," ungkapnya.

Untuk itu, sekali lagi Ampar menekankan agar pihak terkait baik DPRD dan pemerintah secepatnya bertindak, sebelum kerusakan Sungai Kampar semakin parah hingga mendatangkan bencana lebih dahsyat.